BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGARTIAN MANIFESTASI BELAJAR
Manifestasi atau perwujudan atau menurut istilah sebagai
sebuah hasil dari apa yang dilakukan, yang berupa positif maupun negatif.
Manifestasi
adalah :
1.
perwujudan sebagai suatu pernyataan perasaan atau pendapat: Tindakannya itu
sebagai suatu manifestasi kemarahan hatinya.
2. Perwujudan atau bentuk dari
sesuatu yang tidak kelihatan: Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
manifestasi cita-cita bangsa. Akan tetapi manifestasi belajar berarti sebuah pernyataan
atau perwujudan yang diperoleh sebagai reaksi dari sebuah proses belajar karena
proses belajar (yang benar ataupun yang tidak benar) tetap akan membuahkan
sebuah hasil. Hasil inilah yang disebut sebagai manifestasi belajar. Lebih
lanjut perlu dibahas pengertian belajar menurut para ahli.
Belajar merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi dan berperan penting dalam pembentukan
pribadian dan perilaku individu.
Nana Syaodih Sukmadinata (2005) menyebutkan
bahwa : “sebagian
terbesar perkembangan individu berlangsung melalui kegiatan belajar”. Witherington (1952) : “belajar merupakan
perubahan dalam kepribadian yang dimanifestasikan sebagai pola-pola respons
yang baru berbentuk keterampilan, sikap, kebiasaan, pengetahuan dan kecakapan”.
B. MACAM-MACAM
PERWUJUDAN PRILAKU BELAJAR
Manifestasi Perilaku Belajar merupakan suatu perwujudan, sebuah
hasil dari sebuah pembelajaran. Perwujudan dan perilaku belajar akan tampak
bagi seorang siswa yang telah mengalami proses pembelajaran. Berikut adalah
macam-macam perwujudan perilaku belajar yang tampak diantaranya :
1.
Kebiasaan
2.
Ketrampilan
3.
Pengamatan
4.
Berpikir asosiatif dan daya ingat
5.
Berpikir
rasional dan kritis
6.
Sikap
7.
Inhibisi
8.
Apresiasi
9.
Tingkah
laku afektif
1. Manifestasi Kebiasaan
Seorang siswa yang telah mengalami
proses belajar kebiasaan-kebiasaannya akan nampak berubah. Ia akan cenderung
meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lamanya dengan menggantikan
kebiasaan-kebiasaan yang baru. Dan itulah hasil dari proses belajarnya.
Menurut Burghardt (1973) : “kebiasaan itu timbul karena
proses penyusutan kecenderungan respons dengan menggunakan stimulasi yang
berulang-ulang”.
Kebiasaan ini terjadi karena prosedur pembiasaan.contoh :
seorang siswa yang belajar bahasa secara berulang-ulang, ia akan cenderung
menghindari penggunaan bahasa yang salah, akhirnya ia akan terbiasa menggunakan
bahasa yang baik dan benar.
Misalnya seseorang yang belajar mengetik,
proses selama belajar mengetik akan membentuk suatu kebiasaan tersendiri dalam
hal mengetik pada pribadi yang melakukan pembelajaran itu. Ia akan mengetik
dengan menggunakan sepuluh jari. Mengetik dengan sepuluh jari merupakan suatu
kebiasaan yang diperoleh setelah proses belajar. Kebiasaan diperoleh semenjak
seseorang masih bayi. Untuk itu orang tua dan guru bertugas untuk menanamkan
kebiasaan yang baik pada anak dan anak didiknya. Pepatah melayu mengatakan “ala bisa karena biasa”, betapa penting pembiasaan terhadap pribadi anak dan
anak didik karena kebiasaan akan melahirkan kebisaan (kemampuan). Kalau anak
diajarkan berdo’a dan dididik berdo’a setiap kali akan makan maka ia akan
terbiasa berdo’a sebelum makan tanpa disuruh atau diperingatkan. Sebagai
pendidik hanya perlu melakukan penambahan dan pengayaan do’a-do’a yang lainnya
sehingga The and of rich-nya adalah dia akan menjadi juru do’a yang handal bila
mana dan di mana pun dia berada. Dia akan terampil dalam berdo’a dan membaca
do’a.
2. Manifestasi Ketrampilan
Ketrampilan merupakan suatu kegiatan yang berhubungan dengan
urat-urat syaraf dan otot, seperti mengetik, mengemudi, menjahit, dan
lain-lain. Ketrampilan termasuk bersifat motorik, meskipun bersifat motorik
ketrampilan memerlukan koordinasi gerak yang teliti dan kesadaran yang tinggi.
Keterampilan adalah
kegiatan yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot (neuromuscular)
yang lazimnya tampak dalam kegiatan jasmaniah seperti menulis, mengetik, olah
raga, dan sebagainya. Meskipun sifatnya moyotik, namun keterampilan itu
memerlukan koordinasi gerak yang yeliti dan kesadaran tinggi. Dengan demikian,
siswa yang mengeluarkan gerakan motorik degan koordinasi dan kesadaranyang
rendah dapat dianggap kurang atau tidak terampil.
Jadi,
seorang anak yang melakukan gerakan dengan tanpa diiringi koordinasi gerak yang
teliti dan kesadaran yang tinggi berarti anak tersebut belum disebut terampil
atau tidak terampil.
Menurut Reber (1988) : “ketrampilan adalah kemampuan
melakukan pola-pola tingkah laku yang kompleks dan tersusun rapih secara
mulusdan sesuai dengan keadaan untuk mencapai hasil tertentu”.
Terampil
atau tidaknya seseorang dapat kita ketahui dari ciri-ciri sebagai berikut :
o
Ketelitian
yang ditandai dengan jumlah kesalahan minimum.
o
Koordinasi sistem respons yang harmonis dan teliti.
o
Kecepatan, yang ditandai dengan lamanya waktu yang di
perlukan dalam menyelesaikan suatu kegiatan dengan jumlah kesalahan minimum
atau tidak asal-asalan.
Sebagai contoh adalah seseorang yang
memiliki keterampilan bermain guitar. Kita dapat melihat ketelitian dan
kepiawaiannya dalam memetik dawai-dawai guitar dan memindahkan jemari tangannya
dari satu kunci ke kunci yang lain sebagai bentuk dari sistem koordinasi
harmonis.
3. Manifestasi Pengamatan
Pengamatan merupakan suatu bentuk belajar yang dilakukan
oleh manusia. Pengamatan merupakan sebuah proses penangkapan dan penafsiran
pesan yang ada pada stimuli melalui alat indera. Pengamatan adalah salah satu
hal yang penting dalam proses belajar, karena dari pengamatan akan memunculkan
sebuah definisi.
Pengamatan; yakni proses menerima, menafsirkan,
dan memberi arti rangsangan yang masuk melalui indera-indera secara obyektif
sehingga peserta didik mampu mencapai pengertian yang benar.
Jadi, jika sebuah pengamatan yang
dilakukan salah, maka definisi yang di munculkan pun salah.
Contoh :
Seorang anak yang baru pertama kali mendengarkan radio, akan
mengira bahwa penyiar benar-benar berada dalam kotak bersuara itu, namun
melalui proses belajar lambat-laun akan diketahuinya juga, bahwa yang ada dalam
radio tersebut hanya suaranya, sedangkan penyiarnya berada jauh di pemancar.
Proses pengamatan dimulai dari
diskriminasi dan generalisasi. Proses pengamatan yang dimulai dari
diskriminasi, yaitu : proses pengamatan dengan cara dimulai dari membedakan
benda yang diamatinya dengan benda yang lain, dari proses pembedaan tersebut
akan memunculkan sebuah kesimpulan bahwa benda yang di amati jelas berbeda
dengan benda yang lainnya. Dan proses pengamatan yang dimulai dari
generalisasi, yaitu : proses pengamatan dengan cara mencari persamaan dari
benda yang diamati dengan benda yang ada.
4. Manifestasi Berpikir Asosiatif dan Daya Ingat
Asosiatif ialah sebuah kemampuan
untuk menghubungkan data-data yang diperoleh. Contoh :
dari kemampuan mengasosiasikan
seperti menghubungkan antara tanggal 17 Agustus dengan hari kemerdekaan
Republik Indonesia, contoh lagi : seorang anak yang telah mengetahui arti
pentingnya tanggal 12 rabbiul Awal, ia akan mengasosiasikan tanggal bersejarah
itu dengan hari kelahiran atau ulang tahun (maulid) Nabi Muhammad SAW, dan itu
pun hanya bisa didapat apabila anak tersebut telah mempelajari riwayat hidup
beliau.
Daya ingat pun merupakan perwujudan belajar, sebab daya
ingat merupakan unsur pokok dalam berpikir asosiatif
Jadi, siswa yang telah
mengalami proses belajar akan ditandai dengan bertambahnya simpanan materi
(pengetahuan dan pengertian) dalam memori, dan meningkatnya kemampuan
menghubungkan materi tersebut dengan situasi yang sedang dihadapi.
Menurut Sarlito W. Sarwono : “berpikir asosiatif yaitu proses berpikir di mana
suatu ide merangsang timbulnya ide-ide lain. Jalan pikiran dalam proses
berpikir asosiatif tidak ditentukan atau diarahkan sebelumnya. Jadi ide-ide itu
timbul atau terasosiasi (terkaitkan) dengan ide sebelumnya secara spontan”.
Jenis berpikir ini disebut juga jenis berpikir divergen (menyebar) atau
kreatif, umumnya pada para pencipta, penemu, penggagas dan sebagainya dalam
bidang ilmu, seni, pemasaran, dan sebagainya. Jenis-jenis berpikir asosiatif
adalah:
Ø Asosiasdi Bebas: satu ide akan
menimbulkan ide mengenai hal lain, yaitu hal apa saja tanpa ada batasnya.
Misalnya, ide tentang makanan dapat merangsang timbulnya beberapa ide, misalnya
tentang restoran, dapur, nasi, anak yatim yang belum sempat diberi makan, atau
apa saja.
Ø Asosiasi Terkontrol: Satu ide
tertentu akan menimbulkan ide mengenai hal lain dalam batas-batas tertentu.
Misalnya, ide tentang “membeli mobil”, akan merangsang ide-ide lain, misalnya
tentang harganya, pajaknya, pemeliharaannya, mereknya, atau modelnya. Tetapi,
tidak merangsang ide tentang hal-hal lain di luar itu, seperti peraturan lalu
lintas, polisi lalu lintas, mertua yang sering meminjam barang-barang piutang
yang belum ditagih, dan sebagainya.
Ø Melamun: Mengkhayal bebas, sebebasnya tanpa batas, juga
mengenai hal-hal yang tidak realistis. Misalnya, berkhayal jadi orang kaya,
jadi Superman, atau jadi Putri Salju. Anak kecil sering kali belum dapat
membedakan antara khayalan dan realita sehinggga kalau dia menceritakan,
misalnya tentang sahabat yang ada dalam khayalannya kepada ibunya, ibu-ibu yang
tidak paham akan jiwa anak, sering kali memarahi anaknya dan menganggapnya
sebagai pembohong. Di sisi lain, banyak temua-temuan penting dalam ilmu
pengetahuan yang dimuali dari lamunan. Newton misalnya, menemukan teori tentang
daya tarik bumi setelah ia melamun tentang mengapa buah apel bisa jatuh
sehingga bisa menimpa kepalanya.
Ø Mimpi: Ide-ide tentang berbagai hal yang timbul secara tidak
disadari pada waktu tidur. Mmimpi ini kadang-kadang terlupakan paada waktu
bangun, tetapi kadang-kadang masih dapat diingat. Mimpi bisa merupakan kilas
balik peristitwa-peristiwa masa lalu, namaun bisa juga berupa harapan-harapan
yang tak terpenuhi, atau bahkan tak bermakna sama sekali. Sigmun Freud pakar psikoanalisis,
menyatakan bahwa “mimpi sangat penting karena berisi dorongan-dorongan dari
alam bawah sadar yang tidak dimunculkan dalam kesadaran karena dilarang oleh
Super-ego”. Freud suka menggali isi mimpi pasien-pasiennya untuk dianalisis
dengan menggunakan teknik “analisis mimpi”.
Ø Berpikir Artistik merupakan proses
berpikir yang sangat subjektif. Jalan pikiran sangat diperngaruhi oleh pendapat
dan pandangan diri pribadi tanpa menghiraukan keadaan sekita. Hal ini sering
dilakukan oleh para seniman dalam mencipta karya-karya seninya.
Berpikir asosiatif hanya mungkin terjadi apabila seseorang
telah belajar tentang data yang ia dapatkan, misalnya seseorang hanya akan
mengasosiasikan 17 Agustus dengan Hari Kemerdekaan RI, Bandung dengan KAA,
Hendri Dunant dengan Palang Merah Dunia, atau Kremlin dengan Rusia. Selain itu
kemampuan berfikir asosiatif juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
materi yang dipelajari, sifat dan bentuk proses belajar, daya ingatan dan
lain-lain.
5. Manifestasi Berpikir Rasional dan Kritis
Berpikir rasional dan kritis
merupakan perwujudan perilaku belajar terutama yang bertalian dengan memecahkan
masalah.
Pada umumnya siswa yang berpikir rasional dan menggunakan
prinsip-prinsipdan dasar-dasar pengertiandalam menjawab pertanyaan “bagaimana”
(how) dan “mengapa” (why).
Dalam
berpikir rasional, siswa dituntut menggunakan logika (akal sehat) untuk
menentukan sebab-akibat, menganalisis, menarik kesimpulan-kesimpulan, dan
bahkan juga menciptakan hukum-hukum (kaidah teoretis) dan ramalan-ramalan.
Dalam hal berpikir kritis siswa dituntut menggunakan strategi kognitif tertentu
yang tepat untuk menguji keadaan gagasan pemecahan masalah mengatasi kesalahan
atau kekurangan (Reber, 1988).
Berfikir rasional merupakan suatu poses berfikir dengan
tingkat abstraksi yang tinggi. Berfikir rasional sering dikaitkan dengan
pertanyaan how dan why (bagaimana dan mengapa). Dalam berfikir rasional
seseorang dituntut untuk dapat melihat hubungan sebab-akibat (teory kausal),
menganalisa masalah, menarik generalisasi, menarik hukum-hukum dan membuat
ramalan (prediksi). Proses atau jalannya berpikir itu pada pokoknya ada tiga
langkah, yaitu:
1. Pembentukan pengertian; merupakan
pengertian logis yang dibentuk melalui tiga tingkat yaitu: Menganalisa ciri-ciri dari sejumlah objek yang
sejenis. Objek tersebut kita perhatikan unsusr-unsurnya satu demi satu.
2. Membanding-bandingkan ciri-ciri tersebut untuk
diketemukan ciri-ciri mana yang sama, mana yang tidak sama, mana yaang selalu
ada dan mana yang tidak selalu ada, mana yang hakiki dan mana yang tidak
hakiki.
3. Mengabstraksikan, yang menyisihkan, membuang,
ciri-ciriny tidak hakiki, menangkap ciri-ciri yang hakiki; misalnya manusia
adalah makhluk yang berbudi.
Pembentukan pendapat, yaitu meletakkan hubungan antara dua
buah pengertian atau lebih. Pendapat yang dinyatakan dalam bahasa disebut
kalimat, yang terdeiri dari pokok kalimat atau subjek dan sebutan atau
prediket. Subjek adalah pengertian yang diterangkan, sedangkan prediket adalah
pengertian yang menerangkan; misalnya rumah itu baru.
Pendapat ada tiga jenis;
1. Afirmatif; yaitu pendapat yang
mengayakan, yang secara tegas menyatakan keadaan sesuatu.
2. Negatif; yaitu pendapat yang menidakkan, yang
secara tegas menerangkan tentang tidak adanya sesuatu sifat pada suatu hal.
3. Modalitas atau kebarangkalian; yaitu
pendapat yang menerangkan kebarangkalian, kemungkinan-kemungkinan sesuatu sifat
pada sesuatu hal.
Penarikan kesimpulan atau pembentukan keputusan; adalah
hasil perbuatan akal untuk membentuk pendapat baru berdasarkan
pendapat-pendapat yang telah ada. Ada tiga macam keputusan;
1. Induktif; yaitu keputusan yang
diambil dari pendapat-pendapat khusus menuju ke satu pendapat umum.
2. Deduktif; yaitu keputusan yang
ditarik dari hal umum ke hal yang khusus.
3. Analogis; yaitu keputusan yang
diperoleh dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan dengan pendapat-pendapat
khusus yang telah ada.
Oleh karena itu, berfikir rasional akan sangat berguna dalam
memecahkan suatu masalah (problem solving) karena berfikir rasional selalu
mengedepankan objektifitas dari pada subjektifitas. Sebab, subjektifitas selalu
dipengaruhi oleh emosi dan ego yang berdampak melihat sesuatu dari sudut
pandang pribadi. Dalam berfikir rasional hal ini harus dihindari supaya
melahirkan suatu sikap objektif.
Contohnya : seorang siswa yang
sedang mendapati masalah dengan kelangsungan mengikuti UAS, karena kartu UASnya
tidak dapat diambil atau ditahan. Ia akan berpikir dan mencari tahu (penyebab)
mengapa kartu UASnya ditahan. Lalu ia menganalisis, dan hasil analisisnya
kartunya ditahan karena ia belum melunasi pembayaran dan kesimpulan yang di
tarik ia harus segera melunasi pembayaran atau mendatangi staf bagian
keadministrasian untuk membuat perjanjian pembayaran, agar mendapat keringanan
sehingga kartu UAS milik siswa tersebut dapat diambil.
6. Manifestasi Sikap
Pada dasarnya sikap adalah
kecenderungan mental. Menurut Bruno (1987) : “sikap (attitude) adalah
kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan cara baik atau buruk
terhadap orang atau barang tertentu”.
Sikap yang dimaksud adalah sikap ketika
siswa mengahadapi objek. Misalnya sikap ketika siswa sedang menghadapi suatu
masalah. Kegiatan belajar akan mempengaruhi sikap seseorang dalam
menghadapisuatu objek. Contoh : seorang anak yang baru mengenal abjad
disuguhkan kepadanya sebuah buku cerita bergambar, ia akan lebih konsentrasi
pada memahami gambar ketimbang membacanya.
Dengan demikian pada prinsipnya, sikap itu dapat kita anggap
sebagai kecenderungan siswa untuk bertindak dengan cara tertentu. Jadi,
perwujudan perilaku siswa akan ditandai dengan munculnya
kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju) terhadap suatu
objek, tata nilai, peristiwa dan sebagainya
Sikap peserta didik tidak hanya ditentukan
oleh proses belajar yang ia alami di sekolah saja, namun peran aktif orangtua
(terutama ibu) juga sangat dominan.
Menurut Greenspan : “Setiap anak akan senantiasa membawa
sifat (kromosom) yang akan senantiasa menjadi blue print pertumbuhan dan perkembangannya,
namun juga bahwa tumbuh kembang itu di pengaruhi oleh faktor lingkungannya,
yaitu pengasuh dan pendidiknya”.
Dengan demikian berarti sikap seorang anak terbentuk tidak
hanya karena hasil dari proses pembelajaran namun sikap terbentuk pula karena
gen dari orangtua sendiri, para pendidik dan keadaan lingkungan disekitarnya.
7. Manifestasi Inhibisi
Inhibisi merupakan perwujudan perilaku belajar yang terdapat
dalam diri seseorang yang berperan sebagai pengontrol tindakan-tindakan yang
tidak diperlukan, kemudian menyeleksi atau melakukan tindakan lain yang lebih
baik ketika berinteraksi dengan lungkungannya. Inhibisi juga di sebut sebagai
pemfilter tindakan-tindakan. Contohnya seorang siswa yang telah paham
betullmengenai bahaya narkoba, ia akan cenderung menghindari dan menjauhkan
diri dari narkoba, dan tidak akan mau mengkonsumsi narkoba apalagi mencoba dan
membelinya.
Secara ringkas, Menurut Reber : “inhibisi adalah upaya
pengurangan atau pencegahan timbulnya suatu responstertentu karena adanya
proses respons lain yang sedang berlangsung”. Dalam hal belajar yang dimaksud
dengan inhibisi ialah kesanggupan siswa untuk mengurangi atau menghentikan
tindakan yang tidak perlu, lalu memilih atau melakukan tindakan yang lainnya
yang lebih baik ketika ia berinteraksi dengan lingkungannya.
Kemampuan
siswa dalam melakukan inhibisi pada umumnya diperoleh lewat proses belajar.
Oleh sebab itu, makna dan perwujudan perilaku belajar seorang siswa akan tampak
pula dalam kemampuannya melakukan inhibisi ini. Contoh seorang siswa yang telah
sukses mempelajari bahaya alkohol akan menghindari membeli minuman keras.
Sebagai gantinya ia membeli minuman sehat.
Inhibisi
adalah membuang sikap yang tidak berguna ketika seseorang sedangmelakukan
interaksi dengan lingkungannya, simpelnya adalah mengendalikan emosi dari
tindakan-tindakan yang tidak perlu. Hal ini dilakukan agar seseorang melakukan
tindakan seefektif mungkin.
Contohnya adalah ketika seseorang
sedang belajar di dalam kelas, ia bisa memilih mana yang harus dicatat dan mana
yang tidak harus. Sikap inhibisi mendorongnya untuk tidak menulis hal yang
dianggap tidak perlu. Inhibisi akan membawa seseorang pada tindakan efektif dan
efesien. Dalam proses belajar berlangsung seorang pendidik hendaklah menanamkan
inhibisi ini kepada anak didiknya karena anak didik hari ini adalah generasi
masa depan di mana ia yang berperan aktif dalam menjalani kehidupan futuris.
8.
Manifestasi
Apresiasi
Apresiasi merupakan suatu penghargaan terhadap benda
yang konkrit maupun yang abstrak. Apresiasi akan diterapkan oleh seseorang pada
sesuatu , jika orang tersebut mengetahui akan nilai-nilai yang terkandung
didalam sesuatu tersebut.
Menurut
Chaplin (1982) : “Pada
dasarnya, apresiasi berarti suatu pertimbangan (judgment) mengenai arti
penting atau nilai sesuatu”. Dalam penerapanya, apresiasi sering diartikan
sebagai penghargaan atau penilaian terhadap benda-benda baik abstrak maupun
konkrit yang memiliki nilai luhur. Apresiasi adalah gejala ranah
afektif yang pada umumnya di
tunjukkan pada karya-karya seni budaya seprti : seni sastra, seni musik, seni
lukis, drama, dan sebagainya.
Tingkat apresiasi seorang siswa
terhadap nilai sebuah karya sangat bergantung pada tingkat pengalaman
belajarnya. Sebagai contoh, jika seorang siswa telah mengalami proses belajar
agama secara mendalam maka tingkat apresiasinya terhadap nilai seni baca
Al-Qur’an dan kaligrafi akan mendalam pula. Dengan demikian pada dasarnya
seorang siswa baru akan memiliki apresiasi yang memadai terhadap objek tertentu
(misalnya kaligrafi) apabila ia sebelumnya telah mempelajari materi yang
berkaitan dengan objek yang dianggap mengandung nilai penting dan indah
tersebut.
Aprisiasi adalah suatu sikap
menghargai terhadap sesuatu yang bernilai luhur seperti nilai agama, tatakrama,
ilmu pengetahuan dan sebagainya. Apresiasi seseorang dapat ditentukan dari
proses belajar seseorang tersebut, misalnya seseorang yang belajar maksimal
untuk melukis akan mengapresiasi nilai suatu lukisan dengan sangat tinggi.
Apalagi kalau lukisan tersebut adalah sebuah mahakarya seorang maestro
seperti Afandi, atau lukisan itu adalah lukisan klasik yang mempunyai nilai
historis dan legendaris. Betapa kita lihat Islam sangat mengapresiasikan “ahlul
‘ilmi” dengan kedudukan yang hanya satu level dibawah kedudukan seorang Nabi.
Ulama adalah pewaris para Nabi.
Jadi,
Apresiasi dapat dimiliki siapa saja yang menginginkanya, asal kita paham apa
itu apresiasi dan bisa memberikan apresiasi terhadap orang atau benda disekitar
kita.
9. Manifestasi Tingkah Laku Efektif
Tingkah laku yang artinya sikap
(ranah afektif), afektif yang berarti perasaan (yang berhubungan dengan
perasaan). Sederhananya, tingkah laku merupakan perwujudan perilaku belajar
yang meliputi perasaan : sedih, senang, bahagia, kecewa, dan lain-lain.
Tingkah laku afektif adalah tingkah
laku yang menyangkut keanekaragaman perasaan seperti : takut, marah, sedih,
gembira, kecewa, senang, benci, was-was, dan sebagainya. Tingkah laku seperti
ini tidak terlepas dari pengaruh pengalaman belajar. Oleh karenanya, ia juga
dapat dianggap sebagai perwujudan perwujudan perilaku belajar.
Seorang siswa misalnya dapat dianggap sukses secara efektif
dalam belajar agama apabila ia telah menyenangi dan menyadari dengan ikhlas
kebenaran ajaran agama yang ia pelajari, lalu menjadikannya sebagi sistem nilai
diri. Kemudian, pada gilirannya ia menjadikan sistem nilai ini sebagai penuntun
hidup, baik dikala suka maupun duka (Drajat, 1985).
Dalam
Taksonomy Bloom ada tiga ranah dalam pendidikan yaitu ranah kognitif, ranah
psikomotorik, dan ranah afektif. Ranah afektif atau sikap akan dibentuk selalu
oleh proses pembelajaran. Bahkan jika ditela’ah ulang sesungguhnya tujuan
pendidikan itu sendiri adalah untuk mendewasakan seseorang. Dengan demikian
dapat disimpulkan bahwa seorang harus benar-benar memperhatikan perubahan sikap
anak didik. Syamsul Nizar melihat akibat dari pendidikan yang dilaksanakan
secara parsial di Indonesia hanya mampu menciptakan output yang terpecah. Dia
mengelompokkan tiga kelompok besar prototipe output pendidikan parsial :
v Pertama,
memiliki kemampuan intelektual yang mampu menguasai teknologi mutakhir, akan
tetapi kurang mampu menghayati nilai-nilai luhur agama. Melahirkan intelek yang
hasil olah keterampilannya kurang memperhatikan nilai-nilai moralitas, bahkan
terkesan untuk memperkaya pribadi atau golongan.
v Kedua,
memiliki kemampuan intelektual yang mampu menguasai dan menghayati nilai-nilai
luhur ajaran agama, akan tetapi tidak mampu menguasai teknologi dan dinamika
politik yang ada di dalamnya. Melahirkan “ulama” yang menjadi sasaran strategis
bagi kepentingan politik untuk “menjustifikasi” berbagai kebijakan pemerintah.
v Ketiga,
memiliki kemampuan intelektual yang mampu menguasai ajaran agama, akan tetapi
tidak mampu menghayati nilai-nilai luhur sebagai substansi ajaran Islam.
Melahirkan “ulama” secara keilmuan, tetapi “menggadaikan” agama dalam praktek
keseharian.
Dalam Konsep
Kependidikan KH. M. Hasyim Asy’ari, Suwendi melihat bahwa secara esensial dapat
disimpulkan bahwa “peserta
didik harus mampu mengaplikasikan pengetahuan dengan kesatuan aksi yang
menjunjung tingggi nilai-nilai akhlak yang luhur secara integratif”
BAB III
PENUTUPAN
1. Kesimpulan
Perwujudan atau manifestasi perilaku belajar meliputi :
kebiasaan, ketrampilan, pengamatan, berpikir asosiatif dan daya ingat, berpikir
rasional dan kritis, sikap, inhibisi, apresiasi tingkah laku afektif.
2. Saran
Seseorang yang telah mengalami prosees belajar, pasti akan
memunculkan perwujudan perilaku belajarnya. Suatu perwujudan perilaku belajar
yang baik dan maksimal karena didukung adanya proses pembelajaran yang baik dan
maksimak pula. Namun, alangkah baiknya dan lebih afdol bila dalam proses
belajar disertai do’a, karena tercapainya suatu usaha tak lepas dari kehendak
Ilahi Robbi.
DAFTAR PUSTAKA
Syah, Muhibbin. 2010. Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Renaja Rosda Karya
Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2002. Edisi Ketiga. Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta: Balai Pustaka
http://sekolahperadaban homosophonicus.blogspot.com/2008/09/manifestasi-pembelajaran.html
http://meetabied.wordpress.com/2010/06/05/ilmu-jiwa-belajar/ - See more at:
http://aldialbani.blogspot.com/2011/03/psikologi-pendidikan.html#sthash.m0QOew7c.dpuf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar